Saat ini aku dan suami memiliki beberapa properti yang tersebar di Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Jatinangor, dan sebentar lagi Bali (doakan lancar!). Aset properti yang kami miliki berupa gedung kost, rumah tinggal, dan unit apartemen. Ada yang dibeli secara tunai keras, nyicil developer, nyicil KPR bank.
Beberapa properti kami gunakan sendiri, baik sebagai rumah tinggal atau tempat peristirahatan. Beberapa lagi kami sewakan dan dijadikan pendapatan pasif, seperti gedung kost dan unit apartemen. Kalau mau lihat apa aja yang bisa disewa, cek2 instagramnya @mnv.house ya :)
Dari puluhan kali pengalaman transaksi jual beli properti, baik yang berhasil maupun yang gagal, kami mendapatkan banyak sekali pengalaman berharga (baca: mahal! huhu). Beberapa pengalaman itu aku bahas di instagram story, bisa dibaca di highlight instagramku Why KPR?
Di postingan ini aku khusus membahas tentang daftar pertanyaan yang sebaiknya ditanyakan kepada penjual / agen sebelum membeli properti. Ini adalah pertanyaan-pertanyaan dasar yang wajib ditanyakan ya. Kalau casenya unik seperti properti komersil, mungkin perlu pertanyaan tambahan (but that's another story).
Tujuan utamanya apa sih ngumpulin pertanyaan2 ini? Begini, dalam negosiasi, penting banget punya "amunisi". Salah satunya ya dengan cara kumpulin informasi sebanyak-banyaknya. Nah ini adalah daftar pertanyaan dasar, yang jawabannya bisa dipakai sebagai "amunisi" kamu dalam bernegosiasi saat hendak membeli properti.
So, daftar ini jadi default pre-screening kami setiap kali hendak membeli properti. Jadi biasanya, PA kami akan kontak penjual/agen dan memberikan pertanyaan-pertanyaan ini. Kalau penjual/agen serius dan beritikad baik dalam menjual, biasanya tidak akan keberatan menjawab kok.
Kalau penjual/agen keberatan dan minta survey langsung aja, ya gapapa sih kalo kamu bisa. Tanya2 yang banyak aja pas survey pake daftar pertanyaan ini. Tapi kalo propertinya di luar kota kayak pas aku cari villa di Bali, justru pertanyaan2 ini buat filter awal sebelum survey. So yg ga mau jawab, coret dari list.
Kalau jawabannya sudah lengkap, atau setidaknya sebagian besar sudah terjawab, baru jadwalkan untuk survey. Aku sangat TIDAK menyarankan negosiasi harga SEBELUM survey, apalagi sebelum dapat jawaban dari daftar pertanyaan ini. Jadi, nego harga itu di bagian paling akhir banget ya, setelah survey.
Semoga daftar pertanyaan sebelum membeli properti berikut ini bisa membantu kamu dalam mengambil keputusan ataupun bernegosiasi. Here it goes...
- Status sertifikat (SHM/HGB/AJB/PPJB/Girik) ?
SHM: Sertifikat Hak Milik. Ini udah kasta paling tinggilah kalo di kepemilikan properti :) Intinya kalo propertinya SHM, berarti pemiliknya berkuasa penuh atas lahan itu tanpa batas waktu. Makanya cuma WNI aja yang boleh punya SHM, WNA ga bolehlah ntar kita dijajah mereka kalo abis Indonesia dibeli tanahnya hehehe. SHM ini bisa dialihkan dengan cara dijual, dihibah, diwariskan. Karena kasta kepemilikannya paling tinggi, biasanya harga jualnya juga lebih mahal.
HGB: Hak Guna Bangunan. Sesuai namanya, pemilik sertifikat ini cuma dikasih hak untuk mendirikan dan menggunakan bangunan di atas lahan tersebut, dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan lahannya juga harus sesuai dengan perizinan. Masa berlaku HGB berlaku paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang sampai 20 tahun lagi. Nah selain WNI, WNA juga boleh nih pegang HGB alias leasehold.
AJB: Akta Jual Beli. Ini adalah akta atau catatan pengikat transaksi antara penjual dan pembeli, pembuatan akta tersebut dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
PPJB: Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Ini adalah akta pengikat dari penjual kepada pembeli yang biasanya dibuat di bawah tangan atau bukan dari PPAT, biasanya dibuat oleh developer.
Girik/Tanah Adat. Sama kayak AJB, girik itu bukan surat kepemilikan. Tanah girik itu tanah adat yang belum memiliki status tetap, artinya tahan ini belum didaftarkan di Kantor Pertanahan.
SHSRS: Sertikikat Hak Satuan Rumah Susun alias Strata Title. Ini biasanya untuk rumah susun atau apartemen. Jangka waktunya mengikuti status tanah tempat bangunan tersebut dibangun, kalo statusnya HGB, maka pada akhir masa hak, semua pemilik harus memperpanjang HGB tanah. - Kalau SHM / HGB, apakah sertifikat sudah di ROYA?
Roya adalah pencoretan pada buku tanah Hak Tanggungan karena hak tanggungan telah hapus. Surat roya adalah dokumen yang menyatakan sebuah aset tanah telah bebas hutang dari lembaga peminjaman. Selama sertifikatnya belum di ROYA, maka sertifikat tersebut masih dianggap sebagai jaminan utang. Makanya penting banget mengurus ROYA saat cicilan KPR selesai. Soalnya kalo ngga, maka sertifikat itu ngga bernilai apa-apa dan masih sepenuhnya milik pemberi pinjaman. - Luas tanah dan bangunan berapa? Di sertifikat dan di real sama atau beda luas tanahnya?
Aku sering nemuin iklan berbeda untuk properti yang sama, tertulis luas tanah dan bangunan beda-beda. Jadi pastikan lagi aja dari penjualnya, jangan sampai pengiklan nulisnya pakai ilmu luki: lukira-kira :p Kemudian ada juga yang secara fisik tanahnya beda dengan yang tertulis di sertifikat. Bisa jadi lebih kecil karena kemakan jalanan, atau malah lebih besar karena dapat lahan lebihan di pojokan, dsb. - Masuk zona apa (Perumahan/komersil/lainnya)?
Penting banget buat tau masuk zona mana properti yang mau dibeli, biar ngga kecele kalo misalnya ternyata areanya masuk jalur hijau, girik, bermasalah, dsb. Untuk cek keabsahan status sertifikat dan peruntukan lahan, buka situs ini: https://www.atrbpn.go.id/ atau bisa juga download aplikasinya, Sentuh Tanahku di Google Play atau App Store. - Sudah ada IMB nya?
IMB juga perlu dicek, jangan sampai bangunannya dibongkar paksa karena ngga ada IMB (kejadian nyata di depan kost). Kalau ternyata peruntukan lahannya adalah area hijau, berarti ngga bakal bisa terbit tuh Izin Mendirikan Bangunan (IMB). - Milik pribadi atau warisan?
Ini kaitannya sama hak waris. Bisa ditanyakan secara sopan, "Maaf pemilik sertifikatnya bapak sendiri?" Kalau dijawab bukan, tanyakan apa hubungannya dengan penjual. Lalu tanyakan juga, "Maaf, beliau (pemilik sertifikat) apakah masih hidup?" Kalau ternyata sudah meninggal, nah ribet deh tuh harus ada persetujuan resmi tertulis dari semua ahli warisnya :)) - Status pernikahan pemilik, nikah/belum menikah/cerai?
Ini kaitannya sama harta gono gini kalau ternyata statusnya cerai. Kalau statusnya menikah, pada saat transaksi jual beli di notaris, pasangan sahnya WAJIB hadir. Karena kalau nggak, meskipun sertifikat sudah berpindah tangan ke kamu, pasangan yang tidak hadir tadi bisa saja lho menuntut kalau tidak tahu menahu ada jual beli tanpa persetujuannya, dan bisa jadi menang di pengadilan. - Sertifikat ada di mana, siapa yang pegang? Sedang digadai/tidak?
Kalau yang pegang sertifikatnya pihak lain, tanyakan apa hubungannya dengan pemilik sertifikat? Lalu penting banget tanyain sertifikatnya lagi digadai apa nggak. Aku sendiri pernah hampir ketipu sama penjual waktu diminta tunjukin sertifikat aslinya, penjual mengelak terus. Setelah didesak, baru ngaku kalo ternyata sertifikatnya lagi digadai ke bank! Jangan sampai deh kita udah bayar lunas, eh ternyata sertifikatnya masih digadai dan kita harus lunasin hutangnya. Apessss. - Dijual karena apa?
Yha, boleh dong kepo. Kalau BU, bagooss, artinya bisa dinego terooos. Kalo bilang mau pindah, karena apa pindahnya? Kalo bilang udah kebanyakan rumah sayang aja kalo kosong, nah ini tricky. Bisa jadi emang dia jual santai (which means jadi susah digoyang harganya), atau bisa juga kamu bilang "yaudah daripada kosong kan sayang rumahnya nanti rusak lama2 kalo ngga ditempatin", atau "daripada buang-buang uang bayar biaya dan iuran bulanan kan..." - Cara pembayaran bisa pakai apa saja?
Cash keras, cash bertahap, KPR? Buat saya pribadi, akan sangat berhati-hati kalau ada yang jual properti tidak bisa pakai KPR. Terlepas soal prinsip no riba, kalau legalitas lengkap dan aman maka penjual tidak akan takut bila pembeli mau bayar dengan KPR. Saya sendiri setelah beberapa kali merasakan pahitnya beli properti urus sendiri secara tunai, sekarang maunya pakai KPR aja. Kenapa? Karena pihak bank punya tim legal dan analis sendiri yang akan mengecek dan mengurus semua legalitas properti yang akan dibeli. Jadi, resiko tertipu akan sangat minim bagi pembeli. - Properti sedang ditempati atau kosong? Kalau kosong, sudah berapa lama?
Kalau ditempati bukan oleh pemilik, tanya oleh siapa dan apa hubungannya dengan pemilik properti. Jangan sampai pas mau ditempatin eh ternyata penghuninya keluarga parasit, kan ngeri. Kalau propertinya kosong udah lama juga kemungkinan besar butuh renovasi, apalagi kalau ada hawa hawa tak enak, hiiiyy. - Lagi disewa / dikontrakin ngga?
Ini juga aku pernah nyaris kecolongan, waktu beli ternyata salah satu kamar propertinya sudah disewakan. Untunggg aja bayar sewanya per bulan, jadi setelah dibeli, uang sewa jadi milikku. Bayangin kalau ternyata dia udah bayar sewa setahun dan penjual ngga mau balikin? Kan rugi. - Banjir ngga? Seberapa parah? Baik di propertinya maupun jalan aksesnya.
Tanyain, waktu ada banjir gede, ikut kena banjir ngga? Yang ditanyain soal banjir atau nggak itu bukan cuma propertinya aja, tapi yang penting juga adalah akses menuju ke properti itu. Kan banyak juga rumah bagus gede tinggi bebas banjir, tapi ternyata akses jalannya sering banjir. Ya sami mawon :)) - Air bening dan lancar? PDAM atau bor? Kedalaman sumur berapa meter?
Waktu survey, jangan lupa nyalain juga semua keran di kamar mandi dan washtafel. Nyalainnya jangan sekejap, ya beberapa menitlah. Buat tau airnya beneran bening dan lancar atau nggak. Kadang-kadang kan ada juga properti yang airnya lancar pas pertama dinyalain, ngga lama kemudian seret. Ini kaitannya sama biaya filter nantinya kalau ternyata airnya ngga bening. Atau biaya gali pompa kalau ternyata airnya seret. - Ada bocor ngga? Ada rayap? Perlu renovasi minor / major?
Ini kaitannya nanti sama biaya renovasi, kamu siap ngga? Kalo bocor perlu dicek, penyebab bocornya karena apa, kira2 makan biaya berapa buat renovasinya. Malah kalau bisa dinego ke penjual untuk renovasi semua kebocorannya sebelum deal transaksi. Oya soal rayap juga penting karena kalo udah parah banget itu bisa renovasi major jatohnya. - Biaya2: PBB, IPL, servis air/kolam/dll.
PBB: Pajak Bumi dan Bangunan, berapa per tahunnya?
IPL: Iuran Pengelolaan Lingkungan, biasanya mencakup keamanan dan kebersihan.
Servis air kalau ternyata ada pasang filter air di tangkinya.
Servis kolam kalau ada kolam renang.
Tanyakan aja kalau ada biaya-biaya lainnya, misalnya biaya banjar kalau di Bali, biaya preman kalau di Jakarta, maybe. Hehehe. - Ada Tunggakan pajak?
Nah ini juga jangan lupa ditanya, sering kejadian ternyata dijual murah karena nunggak pajak bertahun-tahun dan dikejar-kejar orang pajak. Kalopun ternyata ada tunggakan, bikin perjanjian kalau tunggakan tersebut harus sudah dilunasi sebelum transaksi jual beli. - Furnish/semi furnish/unfurnished? Bisa minta detailnya?
Kalau furnish/semi furnish, bikin checklist apa aja barang yang termasuk dan tidak termasuk. Aku pengalaman lupa minta checklist, pas pindahan bengong karena kursi makan diangkut sama penjual culas. Padahal waktu survey dia bilang semuanya ditinggal. Kalau unfurnished dan rumah second, pastiin penjual bener-bener kosongin propertinya. Jangan sampai pas pindahan eh kok masih ada bangkai-bangkai alat elektronik dan rongsokan lainnya, nambah kerjaan ngebuanginnya. - Lebar jalan depan rumah / akses masuk berapa meter?
Ini terutama kalau kamu punya mobil ya, wajib banget tanyain berapa meternya. Jangan sampai nanti terkaget-kaget eh kok Alphardku ngga muat masuk gangnya? :)) Jangan cuma lebar jalan depan rumah aja, tapi juga akses masuknya. Apalagi kalo kamu carinya di daerah-daerah yang terkenal jalannya sempit. - Parkir motor / mobil? Berapa banyak?
Ini juga, jangan sampai kamu punya mobil lebih dari satu tapi ternyata lahan parkir di rumahmu cuma satu, nyusahin tetangga dan pengguna jalan! Sebelum beli mobil/motor, pastiin mampu beli atau setidaknya sewa lahan parkirnya yaa.
0 Comments