Halo Pak Jonan,
Perkenalkan nama saya Nuniek Tirta Ardianto, ibu 2 anak (dari 1 suami, hehe), pengguna setia
layanan transportasi berbasis online yang baru saja semalam resmi bapak larang. Pertama kali membaca berita itu melalui linimasa sosial media, sungguh saya
berharap bahwa itu hanyalah berita bualan dari media online abal-abal yang
sering membuat sensasi demi meraih traffic. Namun sayangnya tidak. Bapak benar-benar telah menandatangani Surat Pemberitahuan
Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang melarang pengoperasian
“kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi
internet untuk mengangkut orang dan/atau barang “ dengan alasan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
(Sumber foto: linimasa)
Dalam sekejap, seisi linimasa penuh sumpah serapah. Segenap warga dunia maya Indonesia kecewa. Tak terkecuali
saya, yang sejak membaca berita itu tadi malam belum juga bisa tidur sampai
pagi ini. Karena agama saya mengajarkan jangan berbuat dosa ketika
marah, dan jangan memendam amarah sampai matahari terbenam, baiklah saya
tuliskan ini sekarang.
Pak, kita sama-sama tahu bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini
selain perubahan, dan sejarah membuktikan bahwa menentang perubahan adalah
sia-sia. Perkenankan saya ajak Pak Jonan memasuki mesin waktu, dan menerawang
masa-masa di mana inovasi yang membawa perubahan begitu ditentang…
Ø 15 September 1830,
kereta api
penumpang pertama kali resmi beroperasi. Raja Inggris yang
meresmikan jalur Liverpool - Manchester saat itu banyak menuai protes dari para
petinggi; para tentara takut nanti prajuritnya jadi pada malas, para tabib
khawatir nanti ibu-ibu hamil bisa keguguran, bahkan para pejabat khawatir nanti
keretanya bakal meledak. Manalah mereka kepikiran kalau 134 tahun kemudian
orang Jepang bisa bikin kereta peluru
alias Shinkansen yang mampu melesat sampai 130 mph. Ah, saya
percaya sebagai mantan Dirut PT KAI bapak pasti sudah pernah tahu cerita
sejarah ini dong ya. Lanjutt…
Ø Tahun 1986, ketika ATM pertama kali digunakan di Indonesia oleh Hong Kong Bank dan
Bank Niaga, tidak terlalu banyak yang mau memakainya untuk
bertransaksi, hingga awal 1990an. Saya masih ingat ketika salah satu stasiun
radio membahas secara khusus kehadiran ATM dan dampaknya terhadap masyarakat.
Salah satu yang paling melekat di ingatan saya adalah ketika penyiar mengatakan
bahwa kehadiran ATM ini bisa memicu pemborosan, karena masyarakat dapat
mengambil uang sesuka hati mereka, dan ini diamini oleh para pendengarnya.
Belum lagi kekhawatiran mereka soal keamanan. Sekarang, ada 90 juta pengguna ATM di seluruh Indonesia, bahkan
diprediksi tahun depan menjadi 125 juta. Banyak yaaa.
Ø Tahun 1994, internet pertama kali hadir di Indonesia dibawa
oleh IndoNet selaku ISP komersial pertama di negeri ini. Lagi-lagi pro
kontra tentang perubahan ini dibahas di radio, kali ini saya ingat
betul radionya adalah Prambors. Kala itu, penyiar bertanya kepada
pendengar tanggapan mereka tentang pengaruh internet terhadap anak muda.
Concern utama tentunya adalah masuknya pornografi di kalangan muda melalui
internet dan pergaulan bebas. Ada juga yang khawatir tagihan telepon
membengkak, maklum jaman itu masih pakai dial up :)) Sekarang, saya dan 88 juta pengguna internet di Indonesia menikmati
betul manfaat positif internet.
Ø Tahun 2000, layanan SMS (Short Message Service) mulai marak di Indonesia.
Wah senangnya Pak, saya bisa SMS-an sama gebetan pakai HP Nokia banana warna
warni yang paling hits saat itu :) Karena baru bisa sesama operator, ada lho Pak
gebetan yang bela-belain beli nomor baru yang waktu itu harganya masih ratusan
ribu (tanpa pulsa! #eaaa =)) Baru setahun kemudian dibukalah SMS lintas operator,
dan lagi lagi terjadi pro kontra. Karena saya memang penggemar radio, kembali
lagi mendengar bahasan topik SMS lintas operator ini di radio. Yang pro senang karena
komunikasi semakin lancar. Yang kontra bilang kehadiran SMS lintas operator ini
berpotensi bikin orang-orang jadi tidak peduli sekitar karena asik SMS-an.
Manalah mereka tau kalau tidak sampai satu dekade kemudian orang-orang lebih
asik main FB dan twitteran =))
Sekarang mari kita kembali ke dimensi saat ini, Desember 2015… Di mana
Menteri Perhubungan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan melarang penggunaan
segala layanan transportasi berbasis online. Apa artinya? Artinya… Mungkin
saya terpaksa harus mempekerjakan
sopir lagi dan menambah kemacetan Jakarta dengan mobil pribadi , sebab
angkutan umum yang legal seperti angkot dan metromini sangat tidak memadai. Tapi
bukan itu, bukan itu poin yang membuat saya prihatin dengan keputusan sepihak
tanpa sosialisasi dari Bapak.
Yang lebih membuat saya prihatin adalah… Bagaimana nasib 200.000 pengemudi gojek , 12
ribu pengemudi Uber, 2000
pengemudi GrabTaxi, dan ribuan pengemudi ojek konvensional lainnya yang tiba-tiba
kehilangan mata pencarian, menambahkan jumlah 7,2
juta pengangguran di Indonesia. Bagaimana nasib ribuan karyawan penyedia
aplikasi online tersebut. Bagaimana nasib sopir Uber yang mengantarkan saya ke
mampang, yang terpaksa banting setir dari pemilik perusahaan menjadi pengemudi
untuk menyambung hidup karena perusahaannya bangkrut… Dan ribuan orang lainnya
yang tertolong hidupnya berkat kehadiran berbagai aplikasi online ini.
Pak, bagaimana sesuatu dapat dikatakan melanggar peraturan, kalau aturannya
sendiri saja belum ada. Bapak sendiri yang bilang “Ojek
nggak bisa disebut transportasi umum karena nggak diatur dalam undang-undang,”
Namun sekarang bapak justru membuat peraturan yang mematikan rejeki ribuan orang
dan melawan perubahan jaman. Ada baiknya Bapak mengamati sikap
elegan Menteri Transportasi Singapura terkait masalah sharing economy concept yang dibawa Uber dan GrabTaxi:
“Some countries, like Germany, have banned
uber and its likes. Some like, New York, tried to ban it at first but have
now decided to hold back in response to commuters’ unhappiness. I think
they have over-reacted and have been hasty in their judgement on such new
business concepts. A balanced approach is called for.
…
We
must not resist new innovations and new business models. Our instinct
must be to flow with the time, keep an open mind to innovations. But we
must always be fair to players, whether incumbent or insurgents, and strike a
balanced approach.”
Perlu dicatat, itu Singapura lho Pak, negara yang terbukti sudah mampu menyediakan sistem transporatasi massal yang memadai bagi rakyatnya. Sedangkan Indonesia… Ah, sudahlah.
Semoga saja, ketika beberapa tahun ke depan saya membaca kembali tulisan
ini, saya sudah bisa tersenyum sendiri mengingat how funny an over-reaction could be when one is facing a new innovation
that brought changes to people’s life, like those stories on our time-travel
above.
Have a good day Sir.
Jumat, 18 Desember 2015 07.00 WIB
Nuniek Tirta Ardianto – www.nuniek.com
0 Comments